SUMUR DEWA
Cerita Rakyat Bangka Barat
Sejak lampau Sumur Dewa dimanfaatkan oleh masyarakat Bakit sebagai tempat mencuci, mandi dan air minum. Sumur ini sudah ada sejak dahulu. Mulanya sumur ini tumbuh di pepasiran dibawah pepohonan di pinggir pantai. Bakit berada di Kecamatan Jebus Kabupaten Bangka Barat. Menurut cerita sumur ini tak pernah kering walau musim kemarau berkepanjangan. Dan juga sumur ini tidak pernah meluap atau penuh pad amusim hujan. Uniknya sumur ini juga walau terisi air laut, rasa dan dan isi tetap tawar dan tidak kotor. Kedalaman ± 30cm.
Dulu sumur ini hanya satu, namun sekarang menjadi dua. Masyarakat sengaja membuat satu sumur lagi supaya bisa terpenuhi kebutuhan masyarakat. Adanya sumur ini tidak menimbulkan perpecahan antara masy melayu dan TiongHoa. Mereka sama-sama memanfaatkan Sumur Dewa tersebut.
Sumur Dewa disebut juga Sumur Kanjim artinya ‘tujuh Dewa’ atau disebut juga ‘bintang tujuh’. Dewa tersebut sering menggunakan sumur ini pada waktu fajar dan sore hari. Sampai sekarang juga masih sering terdengar bunyi-bunyian orang mandi.
Suatu hari pernah juga pekerja bangunan asal Palembang tidur dirumah dekat sumur. Beliau tidak bisa tertidur pada malam harinya karena mendengar suara percikan air orang mandi. Namun lama kelamaan mereka tidak takut lagi karena sudah terbiasa mendengar bunyi tersebut. Jadi dianggap biasa dan juga tidak mengganggu manusia. Juga bila masy Tionghoa mengadakan Cap Gome/pikcun seolah-olah di sumur tersebut ada perayaan, dengan bunyi-bunyian percikan air ( disiang hari).
Sumur dewa juga selalu dimanfaatkan keturunan Tionghoa sebagai air mandi untuk mayat/menyirami mayat. Mereka tidk pernah mengambil air lain meskipun banyak sumur galian pribadi di rumah masing-masing. Jadi sampai sekarang masih membudaya bagi mereka. Waktu mengambil air mereka meletakkan uang logam dalam ssumur yang menurut mereka sebagai pengganti atau beli air/tukar air. Tapi unag tersebut sekarang sudah dimanfaatkan oleh anak-anak dan dibelanjakannya. Namun mereka ( China ) tidak mempersoalkan yang penting tidak mengganggu juga sebagai hiburan bagi anak-anak.
Sumur ini juga sering dikunjungi masy Tionghoa baik dari Bakit maupun dari luar sebagai temapt bersantai. Biasanya mereka membasuh muka disana dan mereka memiliki kepercayaan bahwa air tersebut bisa menghilangkan stress.
Sampai sekarang sumur tesebut tetap dimanfaatkan seperti dahulu kala. Tapi sekarang sumur itu memiliki sedikit perubahan bangunan. Dulu
hanya papan sekarang permanen. Dulu satu dan sekarang ada dua. Satu tetap dimanfaatkan oleh cina untuk memandikan mayat dan yang satu lagi untuk melayu mandi. Sumur yang asli berada disebelah kiri. Keturunan Tionghoa mempunyai kepercayaan menghadap sumur dari bibir pantai. Sedangkan sebelah kanan dalam bangunan sebagai tempat pemandian masyarakat melayu di daerah Bakit. Namun demikian perubahan tidak terlalu merubah bentuk aslinya. Rencana kedepan, sumur tersebut akan diperbaiki kembali dna dibuat pagar dengan tidak merubah bentuk aslinya, karena ini merupaka legenda masyarakat kecamatan Jebus umumnya Bangka Barat beserta masyarakatnya.
Disekitar sumur dewa juga terdapat sumur yang disebut sumur Air Pak Amit ( Muk Loy ). Namun air tersebut sudah kering. Menurut cerita Pak Amit mempunyai indera ke6. Air sumur ini berwarna merah hati yang sampai kini masih ada tersimpan dalam botol Pak Ajang. Dulu air itu berwarna bening kemudian menjadi merah hati, sekarang jadi merah muda terkadang juga bening. Konon cerita Pak Ajang air ini bisa jadi obat, bila ada yang sakit dan pegal-pegal cukup dioleskan mudah-mudahan bisa sembuh. Ada juga orang lain yang menyimpan air tersebut, sebagai bukti kalau ada yang mau membuktikannya.
Sayangnya sumur ini sudah kering karena menurut cerita, Pak Amit diminta memilih sayang anaknya atau air sumur itu tetap ada. Tapi Pak Amat jelas memilih anaknya dari pada sumur tersebut.
Jadi sekarang sumur itu masih ada disekitar sumur dewa dalam keadaan kering. Dan sumur dewa tetap dimanfaatkan masyarakat setempat dan juga masyarakat Tionghoa di luar Bakik. Sumur ini berlokasi di bibir pantai Bakit di sekitar rumah penduduk.
NarasumbeR : Salim
Mutiariyani
Rabu, 23 Juni 2010
Legenda Tanjung Ular
TANJUNG ULAR
Cerita Rakyat Bangka Barat
Al kisah pada zaman antah berantah dipesisir barat Pulau Bangka tak jauh dari daerah Pantai Tanah Merah dan berdampingan dengan Pantai Anjel terdapat pantai yang bernama Tanjung Ular
Cerita Rakyat Bangka Barat
Al kisah pada zaman antah berantah dipesisir barat Pulau Bangka tak jauh dari daerah Pantai Tanah Merah dan berdampingan dengan Pantai Anjel terdapat pantai yang bernama Tanjung Ular
Legenda Tanjung Ular
TANJUNG ULAR
Cerita Rakyat Bangka Barat
Al kisah pada zaman antah berantah dipesisir barat Pulau Bangka tak jauh dari daerah Pantai Tanah Merah dan berdampingan dengan Pantai Anjel terdapat pantai yang bernama Tanjung Ular
Cerita Rakyat Bangka Barat
Al kisah pada zaman antah berantah dipesisir barat Pulau Bangka tak jauh dari daerah Pantai Tanah Merah dan berdampingan dengan Pantai Anjel terdapat pantai yang bernama Tanjung Ular
Legenda Kek Adung dan Triwulan
KEK ADUNG DAN TRIWULAn
Cerita Rakyat Bangka Barat
Legenda kek Adung dan Triwulan
Tapi malang tak dapat ditolak, bukannya rusa yang diperoleh, malah ia tersesat dan kelaparan. Karena sangat lemah dan tak berdaya akhirnya kek Dong tebaring dibawah rerimbunan kayu kelokop. Akibat kantuk yang tak tertahankan lagi Kek Dong tertidur pulas. Dalam tidurnya ia merasakan kedatangan tamu. Kek Dong terbangun dan langsung duduk bersemedi untuk bersiap dan siaga kalau-kalau ada serangan mendadak. Tidak kalah siaganya dengan Triwulan alias Bidadari Putih, ia pun cukup siaga mendatangi keturunan ( anak cucu ) jering dan pacor yang memang dikenalnya.
“ Hai, ngapa be kau dik, ok. Siapa nama kau?” Tanya Triwulan pada Kek Adong. “Anak mo, ko yeik bejalen ngeseik menjangan (rusa , ngek age dak boleh klei. Nama ko Adong Urang Jering,” jawab Adong sambil bersemedi.” Di man ages ikak auwat yik?” Tanya Triwulan lagi. “Kamei nek muek kelompok umah disekiter dik suleh gek,” pinta Kek Adong sebelum sempat sang bidadari berbicara.
Kini Peri Gunung Penyabung yang suka berbusana serba putih ini tiga langkah lebih dekat ke arah Kek Adong. Dengan tutur kata yang lembut dan didiringi mempesona, Triwulan mempersembahkan kepada Kek Adong dengan beberapa syarat. “Soleh be, ngek age ade seratta. Asak tiap sudah ngetem padi ikak nek mawak pemaken gek kemaek, Gek ko,” kata Triwulan mengatakan syaratnya. “Men pangek kamei sekeluarga pak daknye sanggup dak ea,” tutur Adung.
“Oea, urang laen pak asak nok disekitar kakei Gunung yiek pak pitak! Mo. Pokok a sekitar sungai Pelanges yuk pitak ilah,”pesan sang putrid merayu mangsanya.
Konon dicerritakan warga suku jering dan Pacor yang tadinya hidup berpisah-pisah sejak peristiwa itu mulai berbondong-bondong kearah sekitar kaki Gunung Penyabung, jidup bermasyarakat dan gotong-royong. Setiap tahun, Kek Dong sampai beberapa keturunannyaselalu membawa sesajen ke Gunung Penyabung. Tercatat sepeninggal Kek Dong diganti oleh anaknya Kek Weng, Kek Pit, Kek Iman, Kek Pot ( 1990-an, Kek Deramen (1950-n) dan diganti oleh Kek Gabel hidangan yang dipersembahkan kepada peri atau penguasa Gunung Penyabung terputus.
Sebagai wilayah yang diminta oleh keturuna Kek Dong untuk dipersembahkan ke sang penguasa gunung, semua wilayah dalam sungai Pelangas dan mengikuti alirannya ( sekitar desa Peradong, Berang, Simpang Tiga dan Simpang Gong)semua wilayah ini semasa itu tetap patuh dan tunduk kepada Turunan Kek Adong.
Narasumber : SESEPUH SUKU KETAPIK DESA KACUNG
“BAPAK AR FA’IE”
Cerita Rakyat Bangka Barat
Legenda kek Adung dan Triwulan
Tapi malang tak dapat ditolak, bukannya rusa yang diperoleh, malah ia tersesat dan kelaparan. Karena sangat lemah dan tak berdaya akhirnya kek Dong tebaring dibawah rerimbunan kayu kelokop. Akibat kantuk yang tak tertahankan lagi Kek Dong tertidur pulas. Dalam tidurnya ia merasakan kedatangan tamu. Kek Dong terbangun dan langsung duduk bersemedi untuk bersiap dan siaga kalau-kalau ada serangan mendadak. Tidak kalah siaganya dengan Triwulan alias Bidadari Putih, ia pun cukup siaga mendatangi keturunan ( anak cucu ) jering dan pacor yang memang dikenalnya.
“ Hai, ngapa be kau dik, ok. Siapa nama kau?” Tanya Triwulan pada Kek Adong. “Anak mo, ko yeik bejalen ngeseik menjangan (rusa , ngek age dak boleh klei. Nama ko Adong Urang Jering,” jawab Adong sambil bersemedi.” Di man ages ikak auwat yik?” Tanya Triwulan lagi. “Kamei nek muek kelompok umah disekiter dik suleh gek,” pinta Kek Adong sebelum sempat sang bidadari berbicara.
Kini Peri Gunung Penyabung yang suka berbusana serba putih ini tiga langkah lebih dekat ke arah Kek Adong. Dengan tutur kata yang lembut dan didiringi mempesona, Triwulan mempersembahkan kepada Kek Adong dengan beberapa syarat. “Soleh be, ngek age ade seratta. Asak tiap sudah ngetem padi ikak nek mawak pemaken gek kemaek, Gek ko,” kata Triwulan mengatakan syaratnya. “Men pangek kamei sekeluarga pak daknye sanggup dak ea,” tutur Adung.
“Oea, urang laen pak asak nok disekitar kakei Gunung yiek pak pitak! Mo. Pokok a sekitar sungai Pelanges yuk pitak ilah,”pesan sang putrid merayu mangsanya.
Konon dicerritakan warga suku jering dan Pacor yang tadinya hidup berpisah-pisah sejak peristiwa itu mulai berbondong-bondong kearah sekitar kaki Gunung Penyabung, jidup bermasyarakat dan gotong-royong. Setiap tahun, Kek Dong sampai beberapa keturunannyaselalu membawa sesajen ke Gunung Penyabung. Tercatat sepeninggal Kek Dong diganti oleh anaknya Kek Weng, Kek Pit, Kek Iman, Kek Pot ( 1990-an, Kek Deramen (1950-n) dan diganti oleh Kek Gabel hidangan yang dipersembahkan kepada peri atau penguasa Gunung Penyabung terputus.
Sebagai wilayah yang diminta oleh keturuna Kek Dong untuk dipersembahkan ke sang penguasa gunung, semua wilayah dalam sungai Pelangas dan mengikuti alirannya ( sekitar desa Peradong, Berang, Simpang Tiga dan Simpang Gong)semua wilayah ini semasa itu tetap patuh dan tunduk kepada Turunan Kek Adong.
Narasumber : SESEPUH SUKU KETAPIK DESA KACUNG
“BAPAK AR FA’IE”
Legenda Batu Belah Batu Bertangkup
Batu Belah Batu Bertangkup
Cerita Bangka Barat
Ketika itu sebuah desa tak jauh dari pantai, kerimbun pohonnya masih lestari. Air sunyi masih mengalir jernih, gemercik air terdengar dicelah batu. Pada zaman dahulu, disebuah ladang yang agak semak ditumbuhi rumput liar. Di cakrawala awan tipis berarak perlahan-lahan, cicit burung terdengar bercanda lincah di pepohonan, sang bayu pun menerpa dengan leluasa. Tampak seorang ibu setengah baya bernama Delima Pauh sedang merumput dengan kedik, sekali-sekali membersihkan keringat yang telah membasahi wajahnya yang masih terlihat cantik itu. Meskipun dia kelihatan sudah agak letih, tetapi pekerjaan ini tetap dilakukan demi ke2 anaknya yang masih kecil. Si sulung bernama Bujang Laut dan berumur 12 thn. Si bungsu bernama Dewi Sukal berumur 3thn dan ayah mereka sudah lama meninggal.
Sang ibu terus saja bekerja dan merumput, serta tiada terasa begitu asiknya, tiba-tiba tangannya terhenti merumput karena ada seekor belalang kunyit yang begitu jinak merayap dirumput.
Setelah diambil, belalang tersebut kemudian disimpan didalam siding ( keranjang ) lalu dibawanya pulang kerumah. Sesampai dirumah, kedua anaknya pun meyambut sang ibu dengan riang gembira, tetapi sang ibu tetap merahasiakan atas penemuan belalang kunyit yang agak aneh tersebut. Maka pada malam harinya setelah sang ibu menidurkan ke2 anaknya, dibukalah siding tempat menyimpan belalang kunyit tadi dengan hati-hati.
Tiba-tiba menjelmalah belalang tadi menjadi seorang pemuda gagah dan tampan seraya memperkenlakan diri bernama Megat Mambang Dewa. Dari perkenalan yang relative singkat it, tatapan mereka beradu, menerpa dinding hati, menyelusuri pembuluh nadi hingga menggetarkan sinar-sinar cinta yang romantic.
Keesokan harinya ketika hendak berangkat keladang, sang ibu berpesan kepada ke2 anaknya supaya siding yang disimpan itu jangan dibuka. Kemudian si anak bertanya dengan penasaran, tetapi si ibu tetap ngotot agar siding tersebut jangan dibuka lantas si anak mengangguk setuju. Setelah si ibu pergi, kedua bocah cilik tersebut merasa ingin tahu, lalu dibukalah tutup siding tersebut perlahan-lahan dan dilihatnya ada seekor belalang. Si bungsu pun kegirangan dan seraya berkata kepada kakaknya agar membakar belalang tersebut, tetapi sang kakak menolak, maka si adik menangis meronta-ronta hingga tak bisa dibujuk. Tiada jalan bagi sang kakak selain menuruti kemauan adiknya. Kemudian dibakarlah sebelah kaki belalang tadi, tetapi si adik minta kaki yang satu lagi dan akhirnya minta dibakar keseluruhannya.
Belalang habis dibakar dan dimakan adiknya, maka pulanglah sang ibu dari ladang. Setelah mendapat penjelasan dari anaknya, sang ibu sangat kecewa sekali. Betapa tidak, karena belalang yang telah dibakar dan dimakan kedua anaknya adalah sang kekasihnya yang bila pada jam12 malam menjelma menjadi seorang pemuda dan ketika ke2 anaknya tertidur lelap, sang ibu pun memadu kasih dengan pemuda idamannya sampai fajar menyingsing.
Malam-malam indah dilalui begitu singkat. Kedua insane tersebut menelusuri pantai Kundi yang berpasir putih itu bergandengan begitu mesra. Semilir angin sepoi berhembus menerpa dedaunan pohon aru seakan menjadi saksi bisu betapa agung karat cinta yang terpatri di benak ke2 insan tersebut.
Diatas batu yang dihempas gelombang mereka duduk mencurhakan isi hati. Ketika itulah Meget Mambang Dewa menjelaskan dirinya yang sebenarnya bahwa dirinya adalah putra raja seberang yang dikutukmenjadi seekor belalangkarena menolak dikawinkan dengan wanita yang mencintainya dan dibuang kepulau ini. Kutukan tersebut bisa berakhir bila ada seorang wanita yang mencintainya dan bersedia kwin dengannya dengan persyaratan pada malam jumat lima belas hari bulan tepat jam 12 malam, ketika wujudnya menjelma menjadi manusia dan kelus ( bungkus )belalang yang ada dibakar dengan kemian putih. Itu adalah sumpahnya kata Meget Mambang Dewa kepada delima Pauh dan Delima Pauhmpun gembiranya tak terbayangkan menunggu tiga malam lagi. Bulan purnama ynag mengikrarkan janji setia bahwa cinta mereka hanya dipisahkan oleh kematian.
Namun apa hendak dikata, rencana tinggallah rencana. Takdir berkata lain. Betapa hancur nya hati sang ibu. Dengan derai air mata dia menyudahkan segalanya. Tinggal sekelumit kasihnya terhadap ke2 buah hatinya, sang ibu membuai anaknya sampai tertidur, kemudian membuat bubur seperiuk dan menyiapkan 14 daun simpur yang berbentuk limas, lalu diletakkannya dua buah ditengah rumah. Satu berisi bubur dan satu lagi berisi air susu. Kemudian pergilah sang ibu meninggalkan anaknya yang masih tertidur. Tiba-tiba sang anak terbangun dan mendapatkan seperti apa yang ditinggalkan ibunya di tengah rumah. Setelah dinikmatinya kedua bocah itu sadar bahwa ibunya akan meninggalkan mereka, maka bergegaslah mereka menyusul sang ibu. Kemudian sang anak berkata, “emak tunggulah kami, tunggu kami, adik kelaparan susu, kelaparan nasi.” Sang ibu tidak mendengar keluhan anaknya, lalu berkata pula, “batu belah batu bertangkup, tangkuplah aku…” Gesekan batu pun terdengar sampai tujuh kali, akhirnya san ibu ditangkup batu, hingga tujuh lembar rambutnya pun diambila anaknya buat kenang-kenangan. Dan kedua bocah cilik tersenbut meratap pilu bersama gemercik air, kemudian mereka pun berkelanan selaku anak yatim piatu.
Cerita Bangka Barat
Ketika itu sebuah desa tak jauh dari pantai, kerimbun pohonnya masih lestari. Air sunyi masih mengalir jernih, gemercik air terdengar dicelah batu. Pada zaman dahulu, disebuah ladang yang agak semak ditumbuhi rumput liar. Di cakrawala awan tipis berarak perlahan-lahan, cicit burung terdengar bercanda lincah di pepohonan, sang bayu pun menerpa dengan leluasa. Tampak seorang ibu setengah baya bernama Delima Pauh sedang merumput dengan kedik, sekali-sekali membersihkan keringat yang telah membasahi wajahnya yang masih terlihat cantik itu. Meskipun dia kelihatan sudah agak letih, tetapi pekerjaan ini tetap dilakukan demi ke2 anaknya yang masih kecil. Si sulung bernama Bujang Laut dan berumur 12 thn. Si bungsu bernama Dewi Sukal berumur 3thn dan ayah mereka sudah lama meninggal.
Sang ibu terus saja bekerja dan merumput, serta tiada terasa begitu asiknya, tiba-tiba tangannya terhenti merumput karena ada seekor belalang kunyit yang begitu jinak merayap dirumput.
Setelah diambil, belalang tersebut kemudian disimpan didalam siding ( keranjang ) lalu dibawanya pulang kerumah. Sesampai dirumah, kedua anaknya pun meyambut sang ibu dengan riang gembira, tetapi sang ibu tetap merahasiakan atas penemuan belalang kunyit yang agak aneh tersebut. Maka pada malam harinya setelah sang ibu menidurkan ke2 anaknya, dibukalah siding tempat menyimpan belalang kunyit tadi dengan hati-hati.
Tiba-tiba menjelmalah belalang tadi menjadi seorang pemuda gagah dan tampan seraya memperkenlakan diri bernama Megat Mambang Dewa. Dari perkenalan yang relative singkat it, tatapan mereka beradu, menerpa dinding hati, menyelusuri pembuluh nadi hingga menggetarkan sinar-sinar cinta yang romantic.
Keesokan harinya ketika hendak berangkat keladang, sang ibu berpesan kepada ke2 anaknya supaya siding yang disimpan itu jangan dibuka. Kemudian si anak bertanya dengan penasaran, tetapi si ibu tetap ngotot agar siding tersebut jangan dibuka lantas si anak mengangguk setuju. Setelah si ibu pergi, kedua bocah cilik tersebut merasa ingin tahu, lalu dibukalah tutup siding tersebut perlahan-lahan dan dilihatnya ada seekor belalang. Si bungsu pun kegirangan dan seraya berkata kepada kakaknya agar membakar belalang tersebut, tetapi sang kakak menolak, maka si adik menangis meronta-ronta hingga tak bisa dibujuk. Tiada jalan bagi sang kakak selain menuruti kemauan adiknya. Kemudian dibakarlah sebelah kaki belalang tadi, tetapi si adik minta kaki yang satu lagi dan akhirnya minta dibakar keseluruhannya.
Belalang habis dibakar dan dimakan adiknya, maka pulanglah sang ibu dari ladang. Setelah mendapat penjelasan dari anaknya, sang ibu sangat kecewa sekali. Betapa tidak, karena belalang yang telah dibakar dan dimakan kedua anaknya adalah sang kekasihnya yang bila pada jam12 malam menjelma menjadi seorang pemuda dan ketika ke2 anaknya tertidur lelap, sang ibu pun memadu kasih dengan pemuda idamannya sampai fajar menyingsing.
Malam-malam indah dilalui begitu singkat. Kedua insane tersebut menelusuri pantai Kundi yang berpasir putih itu bergandengan begitu mesra. Semilir angin sepoi berhembus menerpa dedaunan pohon aru seakan menjadi saksi bisu betapa agung karat cinta yang terpatri di benak ke2 insan tersebut.
Diatas batu yang dihempas gelombang mereka duduk mencurhakan isi hati. Ketika itulah Meget Mambang Dewa menjelaskan dirinya yang sebenarnya bahwa dirinya adalah putra raja seberang yang dikutukmenjadi seekor belalangkarena menolak dikawinkan dengan wanita yang mencintainya dan dibuang kepulau ini. Kutukan tersebut bisa berakhir bila ada seorang wanita yang mencintainya dan bersedia kwin dengannya dengan persyaratan pada malam jumat lima belas hari bulan tepat jam 12 malam, ketika wujudnya menjelma menjadi manusia dan kelus ( bungkus )belalang yang ada dibakar dengan kemian putih. Itu adalah sumpahnya kata Meget Mambang Dewa kepada delima Pauh dan Delima Pauhmpun gembiranya tak terbayangkan menunggu tiga malam lagi. Bulan purnama ynag mengikrarkan janji setia bahwa cinta mereka hanya dipisahkan oleh kematian.
Namun apa hendak dikata, rencana tinggallah rencana. Takdir berkata lain. Betapa hancur nya hati sang ibu. Dengan derai air mata dia menyudahkan segalanya. Tinggal sekelumit kasihnya terhadap ke2 buah hatinya, sang ibu membuai anaknya sampai tertidur, kemudian membuat bubur seperiuk dan menyiapkan 14 daun simpur yang berbentuk limas, lalu diletakkannya dua buah ditengah rumah. Satu berisi bubur dan satu lagi berisi air susu. Kemudian pergilah sang ibu meninggalkan anaknya yang masih tertidur. Tiba-tiba sang anak terbangun dan mendapatkan seperti apa yang ditinggalkan ibunya di tengah rumah. Setelah dinikmatinya kedua bocah itu sadar bahwa ibunya akan meninggalkan mereka, maka bergegaslah mereka menyusul sang ibu. Kemudian sang anak berkata, “emak tunggulah kami, tunggu kami, adik kelaparan susu, kelaparan nasi.” Sang ibu tidak mendengar keluhan anaknya, lalu berkata pula, “batu belah batu bertangkup, tangkuplah aku…” Gesekan batu pun terdengar sampai tujuh kali, akhirnya san ibu ditangkup batu, hingga tujuh lembar rambutnya pun diambila anaknya buat kenang-kenangan. Dan kedua bocah cilik tersenbut meratap pilu bersama gemercik air, kemudian mereka pun berkelanan selaku anak yatim piatu.
Legenda Sumur tawar di Basun
Sumur Tawar di Basun
Cerita Rakyat Bangka Barat
Pada zaman sebelum jajahan Jepang, ada seorang pemuda pergi berburu ke hutan rimba didaerah basun untuk mencari kancil. Kemudian dipasangkan jarring, namun yang terjaring malah anjing, temannya berjaring. Dipanggil-panggil anjing tadi, tapi tak kunjung datang. Akhirnya ia beristirahat dibawah pohon Rindang, kemudian terpikir olehnya konon kabarnya penjajah akan datang lagi, dia akhirnya berbicara sendiri, tentang penjajah yang akan datang, sedangkan yang sudah-sudah membuat hidup sengsara.
Kemudian terpikir olehnya untuk menebas hutan rimab dekat pantai, namun jarang dilewati oleh manusia pada waktu itu. Dan diapun menebas hutan pada hari juga, yang akan ditanamnya ubi kayu dan sebagainya. Beberapa hari, ia pulang pergi dari kampong ke hutan tadi, luas tebasannya pun sudah berukuran setengah (ball), hitungan orang pada jaman dahulu. Kemudian dibawanya bibit dan ditanamnya. Mau dibakar tebasan tersebut, dia khawatir penjajah akan datang.
Pada waktu itu penjajah sudah dikampong Nibung Labu menuju Tempilang, kalau bekas tebasan dibakar, takut ketahuan karena asap bakarannya. Kemudian dia pun membuat pondok ditebasan dekat dari pantai, sambil menggali sumur yang berjarak kira-kira 15 meter dari batas pasang air laut. Pada waktu itu, disana belum ada pesisir, jadi sambil kesumur mengambil air minum, dia pin sambil mengintip penjajah yang datang dari laut, seandainya datang dia pun berfikir untuk segera lari.
Beberapa abad kemudian, sumur itu pun berada di pesisir, dekat lumpur laut, pesisir menjadi demikian karena penguapan laut membesar. Sumur itu, jikalau air laut pasang hilang dari pandangan, ditelan air laut, dan bial air laut surut, sesurut mungkin, sumur itu seperti semula, dan airnya tetap tawar. Letak nya di belakang pondok kakek bernama Sah Minan, disebelah timur karang Musirak dipantai Basun.
Abad demi abad dilalui, tanaman keras sudah besar, mereka menetap di Basun. Pemuda yang datang pertama klai ke rimba itu dari plosok Bangka Barat, sekarang dari kayu arang, bernama Jemo’in Kedibol. Orang itu kakak beradik, sama-sama pendekar, untungnya mereka masih hidup, karena mereka tidak terlibat dalam rezim dan kubu apapun. Sedangkan mereka ini sebelum ke Basun dari Kayu Arang merantau ke Sajian Sumatera. Kehidupan disana menanam padi, dan Sujian, baru menuju Bangka, Basun. Letak kampong Basun disebelah selatan dan tigo bekas peninggalan PT Timah.
Narasumber : Keman
Cerita Rakyat Bangka Barat
Pada zaman sebelum jajahan Jepang, ada seorang pemuda pergi berburu ke hutan rimba didaerah basun untuk mencari kancil. Kemudian dipasangkan jarring, namun yang terjaring malah anjing, temannya berjaring. Dipanggil-panggil anjing tadi, tapi tak kunjung datang. Akhirnya ia beristirahat dibawah pohon Rindang, kemudian terpikir olehnya konon kabarnya penjajah akan datang lagi, dia akhirnya berbicara sendiri, tentang penjajah yang akan datang, sedangkan yang sudah-sudah membuat hidup sengsara.
Kemudian terpikir olehnya untuk menebas hutan rimab dekat pantai, namun jarang dilewati oleh manusia pada waktu itu. Dan diapun menebas hutan pada hari juga, yang akan ditanamnya ubi kayu dan sebagainya. Beberapa hari, ia pulang pergi dari kampong ke hutan tadi, luas tebasannya pun sudah berukuran setengah (ball), hitungan orang pada jaman dahulu. Kemudian dibawanya bibit dan ditanamnya. Mau dibakar tebasan tersebut, dia khawatir penjajah akan datang.
Pada waktu itu penjajah sudah dikampong Nibung Labu menuju Tempilang, kalau bekas tebasan dibakar, takut ketahuan karena asap bakarannya. Kemudian dia pun membuat pondok ditebasan dekat dari pantai, sambil menggali sumur yang berjarak kira-kira 15 meter dari batas pasang air laut. Pada waktu itu, disana belum ada pesisir, jadi sambil kesumur mengambil air minum, dia pin sambil mengintip penjajah yang datang dari laut, seandainya datang dia pun berfikir untuk segera lari.
Beberapa abad kemudian, sumur itu pun berada di pesisir, dekat lumpur laut, pesisir menjadi demikian karena penguapan laut membesar. Sumur itu, jikalau air laut pasang hilang dari pandangan, ditelan air laut, dan bial air laut surut, sesurut mungkin, sumur itu seperti semula, dan airnya tetap tawar. Letak nya di belakang pondok kakek bernama Sah Minan, disebelah timur karang Musirak dipantai Basun.
Abad demi abad dilalui, tanaman keras sudah besar, mereka menetap di Basun. Pemuda yang datang pertama klai ke rimba itu dari plosok Bangka Barat, sekarang dari kayu arang, bernama Jemo’in Kedibol. Orang itu kakak beradik, sama-sama pendekar, untungnya mereka masih hidup, karena mereka tidak terlibat dalam rezim dan kubu apapun. Sedangkan mereka ini sebelum ke Basun dari Kayu Arang merantau ke Sajian Sumatera. Kehidupan disana menanam padi, dan Sujian, baru menuju Bangka, Basun. Letak kampong Basun disebelah selatan dan tigo bekas peninggalan PT Timah.
Narasumber : Keman
Senin, 07 Juni 2010
Legenda Pantai Pasir Kuning
Pantai Pasir Kuning
Cerita Rakyat Bangka Barat
Pada masa itu, terjadilah pertempuran dua orang pemuda dikarenakan ingin memperebutkan putrid kerajaan daerah kota Kapur. Seorang pemuda bernama “ Raden Wijaya Kusuma “dan seorang panglima armada kerajaan bergelar “ si pahit Lidah “. Karena mereka ingin mempersunting putrid kerajaan, diadakanlah sayembara tanding daerah karang giling. Mereka berlomba menciptakan sesuatu yang kecil menjadi besar dan sebaliknya.Karena kesulitan dengan ilmu sifat yang sangat hebat mereka pun melakukan uji tarung sampai berhari-hari, bahkan berbulan-bulan, namun tiada satupun dari mereka yng menang.Masyarakat ingin melihat, namun mereka dikabarkan oleh punggawa kerajaan bahwa Putri Ning Kumala Sari diculik seorang bajak laut. Namun kedua pemuda itu tidak menghiraukannya dan terus bertarung. Karena pertarungan mereka seimbang, mareka menggunakan kegaiban. Raden Wijaya Kusuma, denagn kekuatannya membuat batu menjadi kodok, sedangkan Si Pahit Lidah, mengambil daun-daun, ingin mengumpulkan tanah yang ada disekitar pantai, sehingga menjadi kilauan, dia ingin berteriak “ pasirku…Ning, pasirku…ning, pasirku…ning,”diluar dugaan. Setelah itu ia berlari dan terus berlari, padahal perlombaan mereka belum selesai, kemudian mereka pun bertempur lagi.Setelah pertempuran selesai yang dimenangkan oleh Raden Wijaya Kusuma, mereka menyelamatkan Putri Ning Kumala Sari, mereka mengejar sampai ke perairan Sriwijaya, namun yang mengambil Putri itu keluarganya sendiri.Setelah itu Raden Wijaya Kusuma diangkat menjadi prajurit di kerajaan kota Kapur. Sedangkan si Pahit LIdah terus mengembara karena tak bias memiliki putri kerajaan itu dan ingin mengobati luka hatinya, RAden Wijaya Kusuma lalu mendatangi pantai itu dan menetap dipesisir ini. Diapun dijadikan telik sendi menjadi pengaman didesa pesisir. Namun, Putri Ning Kumala Sari mendatangi Raden Wijaya Kusuma dan ia minta dinikahi. Pada suatu hari datnglah nelayan ingin melaut, namun mereka terkejut saat melihat cahaya dari atas bukit. Setelah sampai dipantai yang dikiri cahaya itu ternyata Pantai Pasir Kuning, sehingga dinamakan Pantai Pasir Kuning sampai saat ini.
Nara Sumber : Budi
Cerita Rakyat Bangka Barat
Pada masa itu, terjadilah pertempuran dua orang pemuda dikarenakan ingin memperebutkan putrid kerajaan daerah kota Kapur. Seorang pemuda bernama “ Raden Wijaya Kusuma “dan seorang panglima armada kerajaan bergelar “ si pahit Lidah “. Karena mereka ingin mempersunting putrid kerajaan, diadakanlah sayembara tanding daerah karang giling. Mereka berlomba menciptakan sesuatu yang kecil menjadi besar dan sebaliknya.Karena kesulitan dengan ilmu sifat yang sangat hebat mereka pun melakukan uji tarung sampai berhari-hari, bahkan berbulan-bulan, namun tiada satupun dari mereka yng menang.Masyarakat ingin melihat, namun mereka dikabarkan oleh punggawa kerajaan bahwa Putri Ning Kumala Sari diculik seorang bajak laut. Namun kedua pemuda itu tidak menghiraukannya dan terus bertarung. Karena pertarungan mereka seimbang, mareka menggunakan kegaiban. Raden Wijaya Kusuma, denagn kekuatannya membuat batu menjadi kodok, sedangkan Si Pahit Lidah, mengambil daun-daun, ingin mengumpulkan tanah yang ada disekitar pantai, sehingga menjadi kilauan, dia ingin berteriak “ pasirku…Ning, pasirku…ning, pasirku…ning,”diluar dugaan. Setelah itu ia berlari dan terus berlari, padahal perlombaan mereka belum selesai, kemudian mereka pun bertempur lagi.Setelah pertempuran selesai yang dimenangkan oleh Raden Wijaya Kusuma, mereka menyelamatkan Putri Ning Kumala Sari, mereka mengejar sampai ke perairan Sriwijaya, namun yang mengambil Putri itu keluarganya sendiri.Setelah itu Raden Wijaya Kusuma diangkat menjadi prajurit di kerajaan kota Kapur. Sedangkan si Pahit LIdah terus mengembara karena tak bias memiliki putri kerajaan itu dan ingin mengobati luka hatinya, RAden Wijaya Kusuma lalu mendatangi pantai itu dan menetap dipesisir ini. Diapun dijadikan telik sendi menjadi pengaman didesa pesisir. Namun, Putri Ning Kumala Sari mendatangi Raden Wijaya Kusuma dan ia minta dinikahi. Pada suatu hari datnglah nelayan ingin melaut, namun mereka terkejut saat melihat cahaya dari atas bukit. Setelah sampai dipantai yang dikiri cahaya itu ternyata Pantai Pasir Kuning, sehingga dinamakan Pantai Pasir Kuning sampai saat ini.
Nara Sumber : Budi
Stadion Olahraga Depati Amir dan Gelanggang Olahraga (GOR) Indoor
Stadion Olahraga Depati Amir diresmikan pada tanggal 6 agustus 2005 dan akan di bangun sport center untuk memenuhi seluruh kebutuhan sarana pembangunan dan pengembangan olahraga di Kota Pangkalpinang, stadion ini berkapasitas 12.000-15.000 orang dan merupakan stadion olahraga bertaraf Nasional.
Gelanggang Olahraga (GOR) Indoor di bangun di lokasi bekas Tirta Lomba Kacang Pedang (bekas kolam renang),dapat menampung 1.500 orang. dapat dimanfaatkan untuk olahraga seperti Volley,Bola Basket,Bulutangkis, Takraw dll.
Selasa, 01 Juni 2010
KEPITING KREMANGOK BANGKA NYAM....NYAM....^_^
PANTAI PARAI TENGGIRI
Pantai Parai Tenggiri adalah salah satu pantai terindah di Asia Tenggara ini ungkapan beberapa turis ketika bertandang ke pulauku tercinta,tak di pungkiri ke unican bebatuan granitnya yang terjadi secara alami sangat membuat hati terpikat oleh kekhasanahanya ciptaan Tuhan yang luar biasa Indah..... My Paradise...
itu sebutanku terhadap pantai ini yang fasiitasnya tidak di pungkiri sudah berstandar bintang lima (5)
itu sebutanku terhadap pantai ini yang fasiitasnya tidak di pungkiri sudah berstandar bintang lima (5)
PANTAI TELUK LIMAU
Pantai Teluk Limau adalah pantai yang menyimpan sumber daya alam yang luar biasa ,menghasilkan berbagai macam ikan,untuk menghidupi masyarakat nelayan di sekitar pinggir pantai,tidak hanya itu selain sebagai tempat mencari mata pencaharian,pantai ini memiiki keindahan tersendiri salain bebatuan granitnya ya yang unik terjadi secara alami............
AIR TERJUN SADAP
PANTAI TELUK UBER
Langganan:
Postingan (Atom)