Rabu, 23 Juni 2010

Legenda Sumur tawar di Basun

Sumur Tawar di Basun
Cerita Rakyat Bangka Barat
Pada zaman sebelum jajahan Jepang, ada seorang pemuda pergi berburu ke hutan rimba didaerah basun untuk mencari kancil. Kemudian dipasangkan jarring, namun yang terjaring malah anjing, temannya berjaring. Dipanggil-panggil anjing tadi, tapi tak kunjung datang. Akhirnya ia beristirahat dibawah pohon Rindang, kemudian terpikir olehnya konon kabarnya penjajah akan datang lagi, dia akhirnya berbicara sendiri, tentang penjajah yang akan datang, sedangkan yang sudah-sudah membuat hidup sengsara.
Kemudian terpikir olehnya untuk menebas hutan rimab dekat pantai, namun jarang dilewati oleh manusia pada waktu itu. Dan diapun menebas hutan pada hari juga, yang akan ditanamnya ubi kayu dan sebagainya. Beberapa hari, ia pulang pergi dari kampong ke hutan tadi, luas tebasannya pun sudah berukuran setengah (ball), hitungan orang pada jaman dahulu. Kemudian dibawanya bibit dan ditanamnya. Mau dibakar tebasan tersebut, dia khawatir penjajah akan datang.
Pada waktu itu penjajah sudah dikampong Nibung Labu menuju Tempilang, kalau bekas tebasan dibakar, takut ketahuan karena asap bakarannya. Kemudian dia pun membuat pondok ditebasan dekat dari pantai, sambil menggali sumur yang berjarak kira-kira 15 meter dari batas pasang air laut. Pada waktu itu, disana belum ada pesisir, jadi sambil kesumur mengambil air minum, dia pin sambil mengintip penjajah yang datang dari laut, seandainya datang dia pun berfikir untuk segera lari.
Beberapa abad kemudian, sumur itu pun berada di pesisir, dekat lumpur laut, pesisir menjadi demikian karena penguapan laut membesar. Sumur itu, jikalau air laut pasang hilang dari pandangan, ditelan air laut, dan bial air laut surut, sesurut mungkin, sumur itu seperti semula, dan airnya tetap tawar. Letak nya di belakang pondok kakek bernama Sah Minan, disebelah timur karang Musirak dipantai Basun.
Abad demi abad dilalui, tanaman keras sudah besar, mereka menetap di Basun. Pemuda yang datang pertama klai ke rimba itu dari plosok Bangka Barat, sekarang dari kayu arang, bernama Jemo’in Kedibol. Orang itu kakak beradik, sama-sama pendekar, untungnya mereka masih hidup, karena mereka tidak terlibat dalam rezim dan kubu apapun. Sedangkan mereka ini sebelum ke Basun dari Kayu Arang merantau ke Sajian Sumatera. Kehidupan disana menanam padi, dan Sujian, baru menuju Bangka, Basun. Letak kampong Basun disebelah selatan dan tigo bekas peninggalan PT Timah.



Narasumber : Keman

1 komentar: